Ia membuka show dengan bersandar pada sebuah kutipan dari Ibn Taymiyyah, yang mengevaluasi tanda-tanda kenabian. Taymiyyah menegaskan bahwa ada banyak nabi palsu, seperti Musailimah “si Pendusta”, yang hidup sejaman dengan Muhammad. Taymiyyah menyimpulkan bahwa banyak dari apa yang disebut nabi-nabi ini, kenyataannya, adalah orang-orang yang kerasukan (kemasukan setan), dan bahwa satu-satunya cara untuk menentukan keaslian dari nabi apapun adalah dengan memeriksa biografi (sirah) dan perbuatan-perbuatannya dan melihat apakah ia layak menyandang gelar tersebut.
Menjadi yang pertama dari beberapa episode yang diabdikan untuk memeriksa konsep-konsep moralitas dan kenabian (dengan pemikiran bahwa yang pertama meneguhkan yang belakangan), tema untuk episode khusus ini adalah “kesucian” (taharah): Apakah Muhammad seorang manusia yang suci? – dalam konteks ini, sebuah pertanyaan yang berkaitan dengan norma-norma seksualnya (atau kekurangan daripadanya).
Ia lalu meminta kepada kaum Muslim yang menonton untuk memikirkan pertanyaan ini: “Inikah nabi yang saya ikuti?” ketika ia menggambarkan beberapa kebiasaan seksual Muhammad.
Pertama, dari al Quran, Botros membaca ayat-ayat yang dengan tegas menyatakan bahwa Muhammad adalah suri teladan bagi semua kebajikan dan moralitas, seperti “Dan sesungguhnya engkau [Muhammad] benar-benar berbudi pekerti yang agung” [68:4]. Ia lebih jauh mengutip para ulama, seperti Ibn Katsir, yang semuanya bersikeras mengatakan bahwa Muhammad adalah “Yang paling mulia dari semua manusia, dan paling agung di antara para nabi.”
Botros dan rekan pembawa acaranya (co-host) yang ex-Muslim – sang pendeta telah bersikeras agar seorang pria saja untuk show khusus ini, agar ia tidak terlalu malu untuk melukiskan kebiasaan-kebiasaan seksual Muhammad – mendiskusikan al Quran surah 4:3, yang “membatasi” istri-istri seorang laki-laki Muslim sampai empat, ditambah “apa yang dimiliki tangan kananmu” (http://www.jihadwatch.org/
Nampaknya hal itu tak cukup baik bagi Muhammad, tegas Botros; keseluruhan ayat harus “diungkapkan” yang membenarkan lebih banyak wanita untuknya (Quran 33:50). Faktanya, Bapa Botros dengan seksama telah menghimpun sebuah daftar semua wanita – 66 yang diketahui – yang berhubungan sex dengan Muhammad.
Botros mengatakan hal tersebut normal-normal saja: menurut Sirat Al-Halabi, Muhammad dapat memiliki seorang wanita, tak peduli apapun, bahkan kalau toh melawan kehendak si wanita; dan jika Muhammad menghendaki seorang wanita yang telah menikah, suaminya harus menceraikannya. Menurut Ibn Sa’ad, yang menulis sebuah catatan biografi lain tentang Muhammad, “Nabi tidak meninggal sampai semua wanita diperbolehkannya” (lihat Kitab At Tabaqat Al Kubra, v.8, h.194).
Sang co-host – dengan agak mendadak, menyela – “Bagaimana dengan semua desas-desus bahwa Muhammad menunjukkan kecenderungan-kecenderungan homoseksual?”
Botros menjatuhkan wajahnya di tangan dan bergumam, “Jadi anda masih bersikeras agar kita mendiskusikan hal itu?” Sang co-host yang tetap kukuh, mengatakan bahwa hal itu demi kebaikan kaum Muslim sendiri untuk mengetahui segala sesuatunya.
Jadi Botros, setelah meminta maaf dengan sedalam-dalamnya pada para pemirsa Muslimnya dan mengatakan betapa memalukannya hal ini baginya, menyatakan, “Lihat! Kita semata-mata pembaca disini, menyampaikan apa yang telah kita baca di buku-buku Islam sendiri! Jika kaum Muslim tidak menyukainya, mereka seharusnya pergi dan membakar buku-buku ini.”
Anekdot pertama yang didiskusikan oleh sang pendeta berkisar seputar sebuah hadits yang, sementara beberapa ulama mengatakan “lemah”, namun demikian, menurut Botros, ada dalam 44 buku Islam – termasuk beberapa kumpulan yang dihormati seperti Sunan Baihaqi dan Al Halabi.
Menurut hadits ini, seorang laki-laki bernama Zahir, yang biasa menyatakan bahwa “nabi mencintaiku,” mengatakan bahwa suatu hari Muhammad merayap tanpa diketahui di belakangnya dan memeluknya dengan erat. Zahir, yang terkejut, berteriak, “Lepaskan aku!” Setelah dia memutar kepalanya dan mengetahui bahwa itu adalah Muhammad, ia beralih mendorongkan punggungnya ke dada nabi – shalawat dan salam semoga dilimpahkan padanya (http://www.jihadwatch.org/
Dengan raut wajah yang terlihat sangat jijik, Botros berpaling ke arah kamera dan berkata, “Ibu yang terhormat, bayangkan sebentar, anda pulang untuk mendapati suami anda sedang menghisap lidah anak perempuan anda? Apa yang akan anda lakukan? Ini bahkan lebih buruk: ini nabi anda – manusia yang paling “bermoral lurus”, seorang manusia yang harus ditiru seluruh dunia! Seorang manusia yang tercatat biasa berkeliling menghisap lidah istri-istrinya, anak-anak perempuannya, dan anak-anak muda. Inikah aktifitas-aktifitas dari laki-laki yang digambarkan dalam al Quran sebagai puncak kesempurnaan moral?”
Co-host: “Lagi!”
“Muhammad tidak akan tidur sampai dia mencium anak perempuannya, Fatimah, dan menyondolkan wajahnya di dadanya [sang pendeta menyajikan sumber-sumber yang sesuai]. Ibu yang terhormat! Apa yang akan anda katakan pada suami anda yang tidur dengan wajah di payudara anak perempuan anda? – inikah ketinggian moralitas?!”
Pada titik ini, Bapa Botros, yang terlihat sedih, mulai meminta maaf dengan sedalam-dalamnya, mengatakan dia hanya bisa membayangkan betapa semua cerita-cerita lucu ini menyulitkan kaum Muslim, yang terhadap hal ini sang co-host meyakinkannya, “Ini bukan salah anda, Bapa, melainkan kesalahan orang-orang Muslim yang mencatat kejadian-kejadian yang hina ini.” Bagaimanapun, kaum Muslim harus tahu. Lagi dong.”
Botros selanjutnya membaca hadits-hadits yang lebih mengungkap, termasuk hadits dari Musnad-nya Ahmad bin Hanbal, yang mencatat Muhammad melihat seorang anak perempuan berumur 2-3 tahun di gendongan ibunya. Muhammad begitu “terkesan” padanya sampai-sampai dia mengatakan, “Demi Allah, jika gadis ini mencapai usia menikah dan aku masih hidup, pasti aku akan menikahinya.”
Hadits yang lain selanjutnya mengatakan bahwa Muhammad akhirnya meninggal sebelum anak itu mencapai usia menikah. Sang pendeta yang sekarang jengkel, tak kuasa menahan diri, berseru, “Awwww! Nabi yang malang! Dia kehilangan satu!”
Botros lalu memberitahu para pemirsa untuk mengingat-ingat hadits ini, sebagai “konteks”, selagi dia membaca sebuah hadits lain dari Sunan-nya Bin Said, yang mencatat Muhammad mengatakan, “Aku memeluknya demikian-demikian ketika dia masih seorang anak dan mendapati bahwa aku sangat menginginkannya.”
“Nabi apa ini yang kalian ikuti?” teriak sang pendeta Koptik yang marah itu. “Dimana moralitasnya? Inikah manusia yang oleh kaum Muslim diikuti dengan merendahkan diri? Gunakan pikiran kalian!”
Saat itu sudah larut malam, namun demikian pendeta Botros belum selesai membuat daftar untuk penemuan-penemuannya berkenaan dengan kebiasaan-kebiasaan “seksual” nabi (show-show ini lamanya satu setengah jam). Jadi, ketika dia melanjutkan ke sebuah hadits yang menggambarkan Muhammad berbaring di samping mayat seorang perempuan di liang kuburnya, juga menunjuk pada kategori-kategori hadits yang disebut “bersetubuh dengan mayat seorang perempuan”, saya dengan gembira mematikan satelit dan menyebutnya malam – sampai saat ini, karena saya (dengan agak enggan) sedang menengok ulang catatan-catatan saya untuk mempersiapkan laporan ini.
Bagian Tiga
Terakhir kita meninggalkan sang pendeta Koptik, dia sedang membaca laporan-laporan hadits yang menyatakan bahwa nabi Islam “mengagumi” seorang anak perempuan yang berumur 2-3 tahun (yang mengatakan bahwa ia berharap ia hidup cukup panjang untuk membuatnya menjadi istrinya), dan “berbaring” di liang lahat dengan mayat seorang wanita.
Dalam episode kali ini, dia memulai dengan kecenderungan-kecenderungan “waria” sang nabi. Dia membaca beberapa hadths, termasuk Sahih Bukhari – Bapa Botros meng-claim bahwa tak kurang dari 32 referensi yang berbeda untuk fenomena ini dalam buku-buku Islam – dimana Muhammad sering berbaring di tempat tidur dengan mengenakan pakaian wanita, khususnya pakaian mempelai bocahnya, Aisyah.
Bapa Botros: “Mungkin kaum Muslim mengira bahwa dia hanya mengenakan pakaian milik Aisyah? Mengingat dia adalah istri “favoritnya”, mungkin setelah berhubungan intim dengannya, dia akan berbaring saja di tempat tidur dalam pakaiannya?” (Disini sang pendeta meletakkan wajahnya di tangan meratapi bahwa dia telah membicarakan hal-hal yang memalukan seperti itu.)
Kemudian ia menawarkan sebuah hadits yang menarik dan mengungkap, dari Sahih Bukhari (2/911), yang mencatat Muhammad mengatakan, “Wahyu (yakni: al Quran) tidak pernah datang padaku ketika aku dalam pakaian wanita – kecuali ketika aku dalam pakaian Aisyah,” yang menunjukkan bahwa berpakaian pakaian wanita merupakan kebiasaan bagi nabi.
Bapa Botros selanjutnya bergerak menuju beberapa komentar dalam Tafsir al-Qurthubi – sebuah kitab tafsir yang mempunyai otoritas dalam Islam. Ia membaca salah satu anekdot dimana Aisyah berkata bahwa suatu hari, ketika Muhammad tengah berbaring telanjang di tempat tidur, Zaid datang mengetuk; Muhammad, tanpa berpakaian, membuka dan “memeluk serta menciumnya” – dengan telanjang. Di tempat lain, Qurthubi menyimpulkan bahwa “nabi – shalawat dan salam semoga dilimpahkan padanya – terus-menerus asyik dengan perempuan.”
Pendeta Botros pada kaum Muslim: “Jadi inilah nabi kalian – manusia yang secara moral paling lurus? Bukannya asyik dengan – katakanlah, shalat atau perbuatan-perbuatan baik, dia asyik dengan perempuan?”
Ia berikutnya membaca dari Faid al-Qabir (3/371), dimana Muhammad tercatat mengatakan, “Kegandrungan terbesarku adalah wanita dan parfum: lapar dipuaskan setelah makan, tapi aku tidak pernah punya cukup wanita.” Hadits yang lain: “Aku bisa menahan diri dari makanan dan minuman – tapi tidak dari wanita.” Setelah membaca hadits-hadits ini, Bapa Botros hanya akan melihat ke layar dalam keheningan, Bapa Botros menggelengkan kepalanya.
Ia lalu membaca sebuah kisah yang menarik (terdapat dalam Umdat al-Qari dan Faid al-Qabir). Dilaporkan, Allah mengirim Jibril dengan sedikit makanan surgawi (yang disebut al-qafid) pada Muhammad, yang memerintahkan Muhammad untuk “Makan!” – sama seperti ketika Jibril mendatangi Muhammad dan mengatakan, “Bacalah!” (yakni: iqra, kata untuk al-Quran). Laporan itu selanjutnya mengutip Muhammad mengatakan bahwa makanan yang diberikan padanya itu “memberiku kemampuan seksual 40 pria surgawi”. Bapa Botros kemudian membaca Sunan al-Tirmidhi, dimana dikatakan bahwa “pria surgawi” memiliki kemampuan seksual 100 pria biasa.
Zakaria Botros selanjutnya membaca lebih banyak sumber seperti Sunan al-Nisa’i, dimana Muhammad biasa “mengunjungi” semua wanitanya dalam satu malam, tanpa membasuh di antaranya. Tanya sang pendeta, “Mengapa bahkan mencatat hal-hal yang tak senonoh dan memalukan seperti itu?”
Mungkin yang paling lucu, Bapa Botros menghabiskan sedikit waktu menganalisa sebuah anekdot yang tercatat dalam Al-Bidaya wa al-Nihaya-nya Ibn Katsir. Inilah terjemahan dari cerita yang panjang itu.
Setelah menaklukan kaumYahudi Khaibar, dan menjarah harta milik mereka, di antaranya, seekor keledai jatuh menjadi bagian nabi, yang selanjutnya bertanya pada si keledai, “Siapa namamu?”
Si keledai menjawab, “Yazid Ibn Shihab. Allah telah melahirkan dari leluhurku 60 keledai, tak satupun dari mereka ditunggangi kecuali oleh para nabi. Tak satupun dari keturunan kakekku tersisa kecuali aku, dan tak satupun dari para nabi yang tersisa kecuali engkau, dan aku mengharap agar engkau menunggangiku. Sebelum engkau, aku adalah milik seorang laki-laki Yahudi, yang sering kubikin tersandung dan terjatuh sehingga dia biasa menendang perutku dan memukul punggungku.”
Disini, sambil tertawa terkekeh-kekeh, sang pendeta menambahkan, “Seekor keledai yang sedang mempraktekkan taqqiyah!” Dia selanjutnya membaca, “Nabi – shalawat dan salam semoga dilimpahkan padanya – berkata kepadanya, ‘Aku akan memanggilmu Ya’fur. Wahai, Ya’fur!’ Ya’fur menjawab, “Aku tunduk.” Nabi bertanya, ‘Pernahkah engkau bernafsu terhadap betina?’ Si keledai menjawab, ‘Tidak!'”
Sang pendeta berteriak, “Bahkan keledai pun malu berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan nabi yang kelewatan mengenai sex! Disini kita memiliki apa yang seharusnya menjadi sebuah mukjizat – seekor keledai yang dapat berbicara – dan dari semua hal untuk dibicarakan dengan binatang ini, pertanyaan paling mendesak dari nabi kalian adalah apakah si keledai bernafsu terhadap betina?”
Selanjutnya, membaca dari Sahih Bukhari (5/2012), Bapa Botros menyampaikan sebuah cerita dimana Muhammad pergi ke rumah seorang wanita muda yang bernama Umaimah binti Nu’aim dan memerintahkannya, “Berikan dirimu padaku!” Wanita tersebut menjawab, “Akankah seorang ratu memberikan dirinya pada seorang jembel?” Sambil mengacungkan tinjunya Muhammad mengancamnya dan kemudian mengirimkannya pada kedua orang tuanya.
Zakaria Botros: “Anda semua lihat, para pemirsa, bahkan saat itu, di abad-abad kegelapan, masih ada orang-orang yang punya prinsip, yang tidak memberikan jalan pada ancaman dan paksaan. Namun demikian, pertanyaan sebenarnya disini adalah, mengapa Muhammad menentang perintah-perintah al-Qurannya sendiri? – “jika seorang wanita mukmin memberikan dirinya pada nabi” (33:50) – mencoba untuk memaksa wanita muda ini?”
Akhirnya, dengan mimik wajah yang menunjukkan rasa sangat jijik, sang pendeta membaca sebuah hadits dari al-Siyuti (6:395), dimana Muhammad menyatakan, “Di surga, Maryam ibunda Yesus akan menjadi salah satu dari istri-istriku.”
“Ayolah, Nabi,” kata pendeta Koptik ortodox itu, “jangan libatkan orang-orang suci kami pada praktek-praktek kotormu…”
Bagian Empat
Sekali lagi, di awal show, Bapa Botros membaca sebuah kutipan terkenal dari Ibn Taymiyyah berkenaan dengan bagaimana membedakan antara nabi yang sebenarnya dan nabi palsu. Taymiyyah menegaskan bahwa ada banyak nabi palsu seperti Musailimah “si Pendusta”, dan bahwa yang disebut nabi-nabi palsu ini, kenyataannya, adalah “kerasukan”, dan bahwa satu-satunya cara untuk menentukan keaslian nabi apapun adalah dengan memeriksa riwayat hidup (sira) dan perbuatan-perbuatannya, dan melihat apakah dia layak menyandang sebutan itu.
Setelah membaca kutipan yang panjang, Bapa Botros menyimpulkan dengan: “Bagus, Ibn Taymiyyah! Paling tidak anda tahu banyak mengenai hal ini.”
Para pemirsa diberi peringatan yang biasanya: “Show ini hanya untuk orang dewasa! Wanita dan anak-anak harus meninggalkan tempat sekarang.” Ia lalu meminta para pemirsa untuk mengingat-ingat ketika dia membaca mengenai Muhammad bahwa “ini adalah nabi yang kalian ikuti. Ingat ini baik-baik, wahai kaum Muslim!”
Bapa Botros lalu meratapi bagaimana selama 1400 tahun penghalang-penghalang telah didirikan oleh Muhammad sehingga tak seorangpun – Muslim maupun kafir – dapat mengkritik kehidupannya. “Tapi waktunya sudah tiba, teman-temanku: penghalang itu sudah roboh!”
Berikutnya, ia mengikhtisarkan tiga episode terakhir yang berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan seks Muhammad – termasuk (tapi tidak terbatas pada) dia menghisap lidah anak-anak laki-laki dan perempuan, mencium payudara anak perempuannya, Fatimah, “bernafsu” pada anak perempuan berumur 2-3 tahun, berbaring dengan mayat seorang wanita, kecenderungan-kecenderungan homoseksual, menerima wahyu ketika ia mengenakan pakaian wanita, bersetubuh dengan sembilan wanita berturut-turut tanpa membasuh di antaranya (dan bangga dengan hal itu), menyambut orang ketika telanjang, dan mengumumkan bahwa ia akan bersetubuh dengan Maryam ibunda Yesus di surga. (Untuk yang terakhir ini, sang pendeta, dengan muka jijik, berkata, “Ayolah, yang bener aja!”)
Ia memulai episode ini dengan mengatakan bahwa tak kurang dari 34 buku, termasuk Tafsir al-Qurthubi dan Sahih Muslim, mencatat bahwa Muhammad biasa “mencumbu” – Botros merengut ke layar – “berciuman dan berhubungan sex ketika berpuasa meskipun dia melarang orang lain melakukannya.”
Kata sang pembawa acara, “Menarik. Tapi kita tahu bahwa para nabi punya dispensasi khusus. Apakah anda punya sesuatu yang lebih gamblang?”
Jawab Bapa Botros, “Baiklah. Bagaimana dengan ini: nabi biasa mengunjungi (bersetubuh dengan) istri-istrinya ketika mereka sedang datang bulan – mohon maaf atas topik yang menjijikkan ini! Maafkan saya, pemirsa!”
Ia lalu menegaskan bahwa masalah utama dengan hal ini adalah bahwa al-Quran (2:222) – “kata-kata Muhammad sendiri”, seperti yang ia katakan sendiri – melarang kaum Muslim mendekati wanita yang sedang datang bulan.
Ia selanjutnya mengutip sejumlah hadits yang mengukuhkan bahwa Muhammad dengan bebasnya berhubungan sex dengan wanita yang sedang datang bulan, termasuk dari Sahih Bukhari (v.5, h.350), yang mengatakan bahwa jika Muhammad menghasratkan seorang wanita yang sedang datang bulan, ia menempatkan selembar kain di sekitar wanita itu dan melanjutkan urusannya, yang terhadap hal ini sang pendeta berteriak:
“Ayolah, Bung! Tidak bisakah anda menemukan wanita yang lain dari ke-66 wanita anda? Apakah harus yang sedang menstruasi?”
Lalu, dengan sungguh-sungguh melihat ke arah kamera, “Tapi serius, pemirsa, apakah anda tidak malu akan hal-hal ini? Saya tahu saya malu – hanya sekedar menyebutnya. Dan ini ‘nabi’ anda semua – manusia teladan?”
Ia lalu membaca sebuah hadits, yang diriwayatkan oleh Aisyah, yang terdapat dalam kitab yang enam, dimana istri nabi yang muda ini menceritakan bagaimana, kapanpun dia sedang menstruasi, jika nabi menginginkan dirinya, dia memerintahkannya untuk berhubungan sex dengannya, yang terhadap hal ini sang pendeta berseru, “Diperintahkan! Ini pemerkosaan! Siapa tokoh yang kalian ikuti ini?”
Ia membaca sejumlah hadits lain, semua menunjukkan kecenderungan-kecenderungan Muhammad kepada wanita-wanita yang sedang menstruasi – yang dilarang al-Quran – dan menambahkan, “Para pemirsa, jika ini cara “nabi Allah” berperilaku, apa yang bisa kita harapkan dari orang biasa?”
Sang pembawa acara bertanya, “Baiklah, dapatkah orang lain berperilaku seperti ini?”
Bapa Botros menjawab, “Tentu saja, nabi selalu dermawan terhadap para pengikutnya, yang memberikan jalan keluar. Menurut delapan kumpulan kitab hadits, Ibn Abbas menyampaikan bahwa Muhammad mengatakan bahwa jika seorang laki-laki tak dapat menahan diri dan bersetubuh dengan istrinya yang sedang datang bulan, yang harus dia lakukan adalah membayar satu dinar sebagai penebus dosa; jika ia tidur dengannya menjelang akhir siklusnya, ketika ia tidak mengeluarkan banyak darah, ia hanya perlu membayar setengah dinar – sebuah discount” [mengatakan “discount” dalam bahasa Inggris dan tertawa].
agusyarif says
Ahlul fitnah…..
Quranist says
Yah itulah hasil/buah dari “lahwal-hadits” (QS. [31] Luqman: 6) yg diciptakan utk menyesatkan dari jalan Allah.