Oleh: Raymond Ibrahim
Salah satu dari sedikit perkembangan positif yang mengikuti meningkatnya kaum Islamis selama “musim semi Arab” adalah bahwa hari ini banyak Muslim rata-rata dan/atau Muslim nominal tengah melihat wajah Islam yang sebenarnya dan ajaran-ajarannya. Dan banyak dari mereka – seperti yang ditunjukkan oleh Revolusi Mesir tanggal 30 Juni, yang melihat tersingkirnya Ikhwanul Muslimun – tidak ingin menghadapinya.
Contohnya, dalam sebuah episode “Bersama Dr. Islam Buhira” di stasiun TV Al Qahira Wa Al Nass, Buhira menerangkan bagaimana dia menghadiri “sebuah konferensi di Maroko mengenai status wanita di masyarakat setelah musim semi Arab,” dan bagaimana pada konferensi itu penafsiran al Quran oleh ahli tafsir al-Qurthubi (w.1273) berikut ini dibacakan: “Wanita itu seperti sapi, kuda dan unta, karena semuanya dinaiki (ditunggangi).”
Setelah mengutip kata-kata al-Qurthubi, Dr. Buhira melanjutkan, dengan nada kecewa, “Beginilah al-Qurthubi berbicara mengenai wanita, yang termasuk ibunya, anak-anak perempuannya – pada dasarnya semua Muslimah. Dia mengatakan mereka ‘semua ditunggangi’. Inilah yang membuat mereka sama dengan binatang.”
Sulit untuk percaya atau tidak percaya, faktanya, gagasan bahwa “Wanita seperti sapi, kuda, dan unta karena semuanya ditunggangi”, tercatat dalam Tafsir al-Qurthubi (lihat vol. 17, hal. 172), salah satu dari kitab-kitab tafsir, atau tafsiran mengenai ajaran-ajaran al Quran, paling otoritatif.
Kenyataannya, membandingkan wanita dengan binatang bukanlah sesuatu yang aneh dalam Islam dan jejaknya kembali ke nabi Muhammad sendiri, yang tercatat mengatakan, “Wanita, anjing, dan keledai, membatalkan shalat seorang pria” (Musnad Ibn Hanbal vol. 2, hal. 2992).
Saya pertama kali menterjemahkan dan mendiskusikan teks-teks yang menyerupakan wanita dengan binatang ini pada tahun 2008, dalam konteks bagaimana gundik perempuan dalam Islam tidak dianggap manusia, karena relative pronoun dalam bahasa Arab yang digunakan dalam al Quran untuk menunjuk kepada budak-budak sex adalah “dia (benda)” – seperti untuk binatang – dan bukan “dia (perempuan)” (mis. Al Quran 4:3).
Meski demikian, banyak Muslim, termasuk kaum wanitanya, baru sekarang ini mempelajari teks-teks dan ajaran-ajaran ini. Faktanya adalah, kebanyakan Muslim benar-benar tidak tahu banyak tentang Islam di luar Rukun Islam yang lima. Tapi mereka telah dikondisikan untuk percaya bahwa apapun yang Syariah katakan pastilah terpuji dan bijaksana – Syariah menjadi hukum dari Tuhan mereka seperti yang disampaikan oleh nabi mereka yang tercinta, Muhammad. Lebih-lebih, beberapa dekade terakhir ini slogan “Islam adalah solusinya” menjadi populer sebagai obat mujarab bagi semua penyakit masyarakat.
Itu saja, sampai hal itu berubah dari teori menjadi kenyataan.
Diletakkan secara berbeda, sekarang setelah musim semi Arab membawa kaum Islamis pada kekuasaan – di Tunisia, di Mesir, di Libya, dan yang akhir-akhir ini sedang berusaha (di ujung pedang pejuang jihad) di Syria – kaum Muslim nominal dan “kultural” yang tidak taat, dan mereka tidaklah sedikit, yang selama beberapa dekade diperintah oleh para diktator yang kebarat-baratan dan media, akhirnya melihat wajah Islam yang sebenarnya dan ajaran-ajarannya, dalam semua detilnya, secara dekat dan akrab. Perkenalan baru dengan kebenaran ini tengan membebaskan beberapa di antara mereka, sebagaimana memperbudak lebih jauh mereka yang senang melihat apa yang mereka lihat.
Leave a Reply